Catatan Kecil

Jumat, 28 Desember 2007

Menghadapi si Tukang Fitnah dan si Sombong

Pelajaran dari Amarah si Tukang Parkir

Seorang tukang parkir marah-marah karena kesalahan kami memarkir kendaraan tidak pada tempatnya. Setelah mengalihkan lokasi parkir, saya berjalan sambil menggerutu, "Alah, apa pula tukang parkir itu marah-marah, macam tidak pernah saja dia berbuat salah". Lalu dengan ringan rekan saya S2 "Izal" nyeletuk, "Biarlah, cuma itu yang bisa dibanggakannya dalam hidupnya, yang lain dia tak bisa. Lagi pula memang kita yang salah".

Setelah kejadian tersebut, saya kembali teringat dengan sebagian dari ucapan rekan tersebut, "Biarlah, cuma itu yang bisa dibanggakannya dalam hidupnya, yang lain dia tak bisa". Saya berpikir, ini adalah kata-kata ampuh sebagai jurus untuk meredam amarah atau berprasangka negatif kepada orang lain.

Kata-kata tersebut adalah senjata psikologis yang cukup ampuh untuk menghadapi orang-orang negatif, misalnya menghadapi orang yang suka memfitnah, orang yang sombong, orang yang suka menzalimi diri kita, dan kategori orang-orang yang berkepribadian negatif lainnya.


Menghadapi si Tukang Fitnah

Pernahkah Anda difitnah oleh seseorang, atau digosipkan macam-macam?. Misalnya di dalam lingkungan pergaulan di kampus atau di dunia kerja, atau dimana saja. Terlalu sering?

Rekan saya yang juga berprofesi mengajar, adalah seorang laki-laki cukup ganteng, sebut saja Eman, Eman pernah berdua bersama adiknya seorang gadis yang manis di dalam mobil miliknya menuju ke tempat yang mereka tuju. Bagi orang yang tahu, tentu tidak ada masalah, karena di dalam mobil adalah adiknya sendiri. Ketika itu, kebetulan rekan sesama profesi melihat mereka berdua, dan kemudian berlalu entah kemana.Beberapa hari kemudian, beredarlah gosip bahwa Eman membawa mahasiswa berdua bersama mahasiswa di dalam mobilnya, dengan kata lain "dosen menggandeng mahasiswa".

Bagaimana sikap kita jika menghadapi hal tersebut? Perlukah kita mencak-mencak, mendatangi si tukang fitnah, dan berbaku hantam dengannya, atau memuntahkan emosi yang meluap-luap kepadanya di hadapan orang banyak? Bisa saja hal itu dilakukan, tapi predikat kita kurang lebih sama dengan si tukang fitnah, kita adalah "si pemarah", atau dibilang orang ”preman”.

Lalu bagaimana, jika ada orang lain yang menyampaikan cerita fitnah tentang diri kita kepada kita sendiri? Cukup sederhana, katakan saja, "Saya tidak berbuat buruk, di dalam mobil itu adalah adik saya, sama seperti Anda dan orang lain, yang mungkin juga memiliki seorang adik gadis. Itu semua adalah fitnah, tapi biarlah, Tuhan yang tahu, dan biarkanlah, mungkin cuma itu yang bisa dilakukan dan dibanggakannya dalam hidupnya, mungkin dia tak bisa melakukan hal lain".


Menghadapi Orang Sombong

Kita mungkin pernah menghadapi orang yang sombong, angkuh, atau tinggi hati menceritakan segala kelebihan dirinya dengan berapi-api. Bagi kita manusia biasa, bisa saja reaksi yang timbul adalah reaksi negatif, membumihanguskan ucapannya dengan berkata, "Wah, aku juga pernah melakukan lebih dari yang Anda lakukan".

Hasilnya komunikasi akan terputus, dia tersinggung, minder, dan komunikasi jadi terputus. Padahal mungkin saja banyak hal akan bisa diperoleh dari dirinya jika pembicaraan terus berlanjut.

Bisa juga reaksi negatif yang timbul menceritakan kesombongan orang tersebut kepada rekan lainnya, hasilnya "gosip", justru kita bertindak tidak bermanfaat yakni menceritakan kejelekan orang lain, dampaknya orang lain tersebut akan membenci, menjauhi, rekan yang kita anggap sombong tadi.

Jika begitu yang dilakukan, artinya kita tidak lebih baik dibanding orang sombong tersebut, predikatnya masih selevel, satu "si sombong", dan kita sendiri "si tukang gosip".

Lalu bagaimana yang baik? Agar emosi mereda, ucapkan saja dalam hati, "Biarlah, cuma itu yang mungkin bisa dibanggakannya dan dikerjakannya dalam hidupnya, mungkin saja tak ada hal lain yang bisa dia lakukan".


Lalu Bagaimana?
Senjata psikologis di atas "Biarlah, cuma itu yang mungkin bisa dibanggakannya dan dikerjakannya dalam hidupnya, mungkin saja tak ada hal lain yang bisa dia lakukan", perlu disampaikan kepada setiap orang, atau bahasa formilnya "disosialisasikan".

Ucapkan ketika kita tidak puas terhadap seseorang, ucapkan ketika kita menghadapi orang-orang yang negatif, ucapkan ketika ada orang yang menyampaikan hal-hal negatif. Ucapkan, ucapkan setiap saat, baik di dalam hati, atau dilisankan (lihat kondisi). Ucapkan berulang-ulang di setiap kesempatan, dimana saja, kapan saja, kepada siapa saja, jika kita mulai mencium aroma negatif di lingkungan kita.

Share this:

3 komentar :

  1. terima kasih bung azuar.tulisan anda sangat menggugah...
    salam..

    BalasHapus
  2. Eman udah jaman nya sekarang banyak tukan fitnah...

    BalasHapus

 
Copyright © 2014 Azuar Juliandi. Designed by OddThemes